Rp 3 Miliar Hibah Belanda

Rp 3 Miliar Hibah Belanda

10561 Print

Rp 3 MILIAR HIBAH BELANDA UNTUK BIDARA CINA

Rp 3 MILIAR HIBAH BELANDA UNTUK BIDARA CINA

Pemerintah Belanda memberikan hibah sebesar Rp 3 miliar untuk penanganan masalah banjir secara terintegrasi mulai dari penataan ruang wilayah sungai yang menyangkut permukiman, batas wilayah sungai, sampah (sanitasi) hingga drainase. Diharapkan dari program yang berlangsung selama dua tahun ini masyarakat di Bidara Cina yang dijadikan sebagai proyek percontohan mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, ujar Ir. Schrotten selaku Ketua Sterring Committe Pemerintah Belanda, mewakili Kementrian Transportasi, Pekerjaan Umum dan Pengairan, saat berdialog dengan warga Bidara Cina (19/02). Hibah ini juga merupakan lanjutan dari MoU antara Kementrian Belanda dengan Menkimpraswil dan Meneg LH yang dilakukan tahun 2002 tentang management air, infrastruktur, perumahan dan tata ruang dengan fokus pada masalah sungai Ciliwung.

Hibah ini akan dilaksanakan dalam sembilan program yang melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Ke sembilan program tersebut adalah mengenai kajian terpadu penetapan batas wilayah Sungai Ciliwung, tata ruang Kawasan Bidara Cina, Sosialisasi program pegaturan dan penataan perumahan dan permukiman, perkuatan ormas, penanganan sampah dengan peran serta masyarakat, kampaye penataan ruang Ciliwung, perkuatan ekonomi penduduk di bantaran Kali Ciliwung, perbaikan Kampung Bidara Cina dan manajemen kualitas air kali.

Terpilihnya Bidara Cina sebagai lokasi percontohan dikarenakan daerah ini terletak di bantaran Kali Ciliwung dan langganan banjir setiap tahunnya.Ditambah lagi lokasi permukiman sudah sangat semerawut. Bila masalah banjir ini tidak segera diselesaikan maka akibatnya setiap banjir terjadi maka dana yang harusnya bisa digunakan untuk pembangunan jadi harus digunakan untuk penanganan banjir. Kalau itu terjadi terus menerus, bagaimana Jakarta bisa dibangun?, tutur Walikota Jakarta Timur Kusnan Abdulhadi.

Hal yang paling baik untuk menangani warga ini memang adalah memindahkan warga ke lokasi lain yang memang diperuntukan bagi permukiman. Tetapi kendalanya mereka merasa seperti lokasi ini sudah mendarah daging dengannya (socio cultural), selain itu dengan memindahkan berarti kita harus bisa menyiapkan lapangan usaha baru, jelas Kusnan.

Jangka panjang saya pengin untuk warga di bantaran kali direlokasi saja, katanya. Anggaran untuk itu pun telah tersedia, tambah Kusnan. Buat DKI anggaran untuk relokasi tidak jadi masalah, tetapi membuka usaha baru bagi warga yang telah direlokasi itu yang jadi masalah, tukasnya.

Bahwa selama ini kendala warga yang tetap bersikeras untuk mendapatkan ganti rugi yang layak atas tanah yang dihuni selama ini. Menurut Kusnan, warga merasa daerah ini sudah menjadi tanah lahirnya. Padahal Gubernur sudah sering membujuk warga untuk pindah dan masyarakat masih belum terkondisikan dengan budaya rumah susun. Mudah-mudahan bantuan yang masih bersifat software ini bisa memberikan arti bagi warga dan saya harapkan bisa dilakukan juga di daerah lain yang juga langganan banjir yaitu Kelurahan Cawang dan Kampung Melayu, ungkapnya. Karena ini semua untuk kepentingan mereka juga.

Lebih lanjut Direktur Wilayah Tengah Perumahan dan Permukiman Endang Widayati yang telah merintis program ini sejak tiga tahun lalu. Mengungkapkan, saat ini kondisinya masyarakat sudah mulai mau bekerjasama. Warga sudah mau untuk ditata kembali permukimannya agar tidak tinggal di bantaran kali terutama di RW 07, katanya.

Bantuan dari Pemerintah Belanda yang diberikan untuk Bidara Cina ini akan dilaksanakan secara awal di lima RW, dari 18 RWyang ada. Kita ingin agar masyarakat dapat lebih hidup sehat walau berhimpitan, katanya. Paling tidak, kalau dahulu lingkungannya terkesan sumpek, saat ini sudah bisa memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang layak huni. Seperti kalau dahulu tidak ada jalan lingkungan untuk becak atau motor lewat dengan baik, sekarang melalui studi ini akan dibuat jalan lingkungan dan permukiman yang tertata baik, tuturnya.

Menyangkut penggantian ganti rugi tanah yang dituntut warga. Endang menjelaskan bahwa sebenarnya hal itu tidak dapat dilakukan karena tanah yang ditempati adalah milik negara. Sesuai ketentuan warga tidak mempunyai hak untuk huni. Namun sesuai ketentuan dan kesepakatan yang ada kemungkinan ganti rugi paling hanya bisa 25% dari NJOP, jelasnya. Tetapi, samapi saat ini, warga meminta agar diberikan dan untuk melakukan pindah. Intinya program ini ingin kami jalankan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan warga hasil musyawarah. Termasuk didalamnya bentuk rumah dan type yang diinginkan dan ganti rugi, tambah Endang. Akan tetapi, kami mengingatkan bahwa permohonan yang disampaikan hendaknya disesuaikan dengan ketentuan yang ada seperti dalam bentuk rumah hendaknya sesuai dengan KPTS Menkimpraswil No. 403/KPTS/2002 tertanggal 2 Desember 2002 tentang Rumah Sehat Sederhana (Rs Sehat).

Pusat data dan Informasi Publik - 03 Februari 2003

Apakah informasi di atas cukup membantu?

Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum
Website: pu.go.id
Facebook: kemenPU
Instagram: kementerianpu
X: kemenPU
TikTok: @kemenpu
Youtube: kemenPU
#SigapMembangunNegeriUntukRakyat