Sedikitnya diperlukan biaya sekitar Rp 3 milyar lebih untuk perbaikan bangunan Prasarana dan sarana irigasi pada daerah irigasi (DI) Komering, Sumatera Selatanyang rusak akibat terjangan banjir 15 Januari 2003 lalu. Sambilmenunggu pengusulan dana bencana alam dari pusat, saat ini pemda setempat telah memberi talangan dana Rp 200 juta untuk perbaikan yang sifatnya sangat mendesak agar prasarana irigasi yang rusak tersebut dapat difungsikan kembali dan tidak mengganggu kegiatan tanam. Hal tersebut seperti yang dilaporkan Pemimpin Proyek irigasi Komering kepada Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air, Dr. Ir. Moch Amron MSc ketika meninjau ke lokasi bencana di Kab. OKU, Sumatera Selatan pekan lalu.
Dana talangan itu antara lain digunakan untuk memperbaiki bobolan tanggul dan lining beberapa saluran skunder akibat luapan air yang cukup tinggi. Seperti tanggul dan lining saluran skunder di desa Sidomulya, desa Sumber Agung , Kec. Belitang,Kab. OKU, juga tanggul saluran sekunder Belitang (BB3) di desa Srikaton kec. Buay Madang dan tanggul sungai Macak yang juga amrol diterjang banjir sepanjang 20 meter.
Hujan lokal yang terjadi di kawasan Kab. OKU, Sumatera selatan yang turun sejak 13 Januari 2003lalu menyebabkan debit air sungai Macak dan sungai Belitang meningkat drastis. Untuk sungai Macak tercatat 151, 05 meter kubik perdetik. Sedangkan dari catatan hidrologi setempat debit air sungai Belitang sebesar 169,30 meter kubik perdetik. Padahal sungai Macak dan Sungai Belitang yang difungsikan sebagai saluran pembuang utama irigasi Belitang hanya mampu untuk menampung air masing-masing sebesar 18 dan 17 meter kubik perdetik. Menurut catatan dari stasiun hujan setempathujan maksimum yang turun saat itu tercatat 175 mm/12 jam. Ini jauh lebih besar ketimbang biasanya yang hanya 100 mm/12 jam.
Banjir Terbesar
Akibat dari besarnya debit kedua sungai tersebut telah menimbulkan lauapan air sungai dan menggenangi daerah-daerah persawahan dan permukiman penduduk. Dari Kantor Kecamatan Belitang dilaporkan di desa Tanjung Raya mulai dari dusun 1 sampai dusun VIII ratusan rumah tergenang, sawah yang baru sebulan tanam sekitar 350 hektar ikut tergenang air hingga ketinggian 1,5 meter. Sementara itu di desa Tawang Rejo terutama di dusun I,II dan III serta sebagian dusun IV terhgenang hingga ketinggian 1,5 meter. Di kawasan ini 530 KK rumahnya tergenang dan 250 hektar areal sawah yang rata-rata baru berusia sebulan ikut terendam. Masih di Kecamatan Belitang seperti di desa Sumber Rejo, Sukarame dan desa Sidomulyo mengalami nasib yang sama dengan desa-desa tetangganya. Sawah dan kawasan permukiman penduduk terendam air banjir hingga ketinggian 1,5 meter.
Pardio (54 th) warga dusun II desa Sukarame, masih dalam wilayah kecamatan Belitang mengatakan, banjir dan hujan yang turun saat itu memang tidak seperti biasanya. Dan kejadian ini menurutnya adalah hujan yang terlebat serta menimbulkan banjir terbesar selama ia tinggal di desa tersebut sejak22 tahun silam setelah meninggalkan tempat asalnya di Ponorogo, Jawa Timur. Akibat dari bencana ini, tidak saja rumahnya yang terendam air banjir hingga 1,5 meter tetapi sekitar 1,3 hektar sawahnya yang baru sebulan sebelumnya tanam ikut terendam air, hingga dikawatirkan akan rusak dan mengalami pembusukan.
Terusan randu
Selain meninjau lokasi bencana di Kecamatan Belitang, Ogan Komering Ulu, Moch Amron yang juga mantan Pemimpin Proyek Induk PWS Cimanuk itu juga meninjau ke beberapa lokasi perbaikan sungai di Sumatera Selatan seperti pengerukan sungai Komering lama yang digarap dengan dana APBN 2002 lalu, yaitu pengerukan sungai Komering dari mulut terusan Randu dan meninggikan ambal terusan Randu agar air Sungai Komering terus mengalir ke hilir. Semula sungai Komering setelah bercabang dengan terusan Randu air tidak lagi mengalir ke hilir Komering, namun berbelok ke terusan Randu yang panjangnya 17,5 km kemudian air dari terusan Randu masuk ke sungai Ogan. Akibatnya, di saat kemarau sungai Komering sejak dari pertemuannya dengan terusan Randu di desa Sukabumi hingga di hilirnya di sekitar Kota Agung mengalami kekeringan, masyarakat di sekitarnya kesulitan air. Baik untuk air baku, transportasi air sungai maupun mata pencaharian nelayan di sana mengalami kesulitan. Sedangkan saat musim hujan sekitar 72 desa dengan 169.870 jiwa mengalami kebanjiran.
Di sisi lain, karena perbedaan elevasi antara sungai Komering dan sungai Ogan sekitar 14,5 meter maka terjadi gerusan yang dasyat di hilir terusan Randu yang masuk ke sungai Ogan. Dari problema inilah kemudian dilakukan pengerukan pada sungai Komering (sejak dari percabangan dengan Saluran Randu) ke hilir sepanjang 8 km dengan lebar lebar sekitar 3,8 meter. Namun begitu air sungai komering mengalir ke hilir maka lebar sungai lama yang semula dikeruk 3,8 meter tersebut kini menjadi sekitar 25 meter. Rencananya pada mulut terusan Randu di sungai Komering dibangun bendung gergaji yang berfungsi sebagai regulator mengontrol air Komering yang masuk ke sungai Randu. Bila rencana ini selesai digarap, diharapkan problema sungai Komering akan bisa teratasi.
Padahal antara sungai Komering dan sungai Ogan yang jalannya beriringan dan keduanya masuk ke sungai Musi di Palembang itu masih terdapat beberapa terusan lagi yang menghubungkan kedua sungai tersebut. Antara lain, Terusan Arisan, yang juga merupakan bercabangan sungai Komering. Juga terusan Jambu, terusan Sigonang dan terusan Anyar yang kesemuanya itu bermuara di sungai Ogan, atau menyatukan sungai Komering dan Sungai Ogan. Namun dari beberapa percabangan atau terusan antara Komering dan Ogan tersebut masing-masing mempunyai problema tersendiri. Jika pada percabangan tersebut kemiringannya relatif datar maka problem yang dihadapi adalah sedimentasi.
Rice Estate
Masih dalam kesempatan meninjau dampak banjir yang terjadi di Provinsi sumatera Selatan ini, Dr. ir. Moch Amron jugameninjau lokasi persawahan pasang surut di desa Telang yang dalam beberapa bulan lagi Bulog akan membeli langsung hasil padi petani setempat untuk areal seluas 1000 hektar.
Gabah kering panen petani yang dibeli dari masyarakat petani setempat kemudian akan diproses di tempat oleh Bulog sampai menjadi beras yang kemudian diangkut melalui tongkang-tongkang ke luar lokasi. Dengan sistem ini petani sangat diuntungkan, karena kendala yang dialami petabni setempat selama ini adalah masalah pemasarannya. Kadang para tengkulak yang datang menghargai gabah petani setempat dengan harga cukup rendah. Sedangkan Bulog akan menerima gabah mereka dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Sistem ini akan sangat membantu petani, karena petani akan punya banyak waktu yang dapat dimanfaatkan untuk segera memulai tanam, sehingga persawahan di kawasan tersebut akan dapat diupayakan untuk tanam dua kali dalam setahun.
MenurutDr. Ir, Rubiyonto MSc, selakuKetua Dewan Riset Daerah Sumatera Selatan, yangterus memonitor perkembangan daerah pertanian di lahan pasang surut ini, untuk persawahan di kawasan Telang rata-rata dapat menghasilkan 5 sampai 6 ton perhektarnya. Apalagi dengan masuknya pihak Bulog, maka kemungkinan besar petani setempat akan dapat meningkatkan produksinya melebihi dari hasil yang sekarang ini. Karena, selain pemberian bibit unggul, untuk kebutuhan pupuk pun telah disediakan oleh Bulog dengan sistem bayar saat panen tanpa tambahan bunga pinjaman.
Masih menurut Rubiyanto, pihak Bulog akan memperluas areal sawah yang akan dibeli gabah panennya. Dari yang sekarang seluas 1000 hektar akan, pada musim tanam II tahun 2003 akan diperluas menjadi 2500 hektar, selanjutnya pada Oktober 2003 - Maret 2004 pihak Buloh akan memperbesar luasan sawah yang akan ditampungnya hingga 10.000 hektar, bahkan sampai dengan 26.000 hektar untuk tahap berikutnya. Sehingga lahan persawahan pasang surut di Sumatera selatan ini akan benar-benar menjadi kawasan rice estate yang strategis khususnya dalam upaya peningkatan hasil produksi beras nasional.*