Sektor jasa konstruksi harus mempersiapkan diri dalam menghadapi era perdagangan bebas sebagai momentum ekspor jasa tenaga ahli di bidang perencanaan. Untuk itu ciri-ciri globalisasi yang merupakan tantangan seperti diatur Word Trade Organization (WTO) yang tertuang dalam General Agreement on Trade ini Services (GATS) harus harus menjadi perhatian kita. Khusus sektor jasa konstruksi harus bersiap diri agar bisa memanfaatkan era perdagangan bebas itu sebagai momentum ekspor jasa tenaga ahli kita di bidang perencanaan. Karena tidak dapat disangkal lagi berlakunya era ini akan terjadi peningkatan persaingan yang sangat ketat denganmasuknya pelaku jasa asing di bidang perencanaan konstruksi ke Indonesia. Masalahnya, sudah siapkah kita menghadapi tantangan itu, dimana kondisi tersebut bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi sektor jasa konstruksi.
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Soenarno menyatakan hal itu saat menjadi pembicara sekaligus pembuka Seminar "Menyongsong Arus Globalisasi Dalam Bidang Perencanaan Konstruksi", kemarin, Selasa (4/2) di Jakarta yang diselenggarakan UKI bekerjasama dengan Departemen Kimpraswil.
Dikatakan, bidang konsultasi yang banyak dilakukan dalamkegiatan perencanaan dan pengawasan dari proses penyelenggaraan konstruksi sangat menentukan sukses tidaknya program pembangunan. Hal ini bisa dilihat dari aspek kualiltas konstruksinya. Padahal, kualitas konstruksi harus disesuaikan dengan kriteria perencanaan, fungsi dan dampak yang akan ditimbulkan. Dalam sistem kualitas, tambah Menkimpraswil, tahap perencanaan yang biasanya diakhiri dengan terciptanya dokumen perencanaan sangat penting dan menentukan dalam menghasilkan kualitas produk yang bermutu. "Banyak hasil produkyang kurang bermutu bahkan ada yang gagal akibat kurangnya perencanaan. Maka peran perencanaan harus perlu perhatian yang profesional dalam setiap proses pembangunan," ujarSoenarno.
Menurut Soenarno, penguasaan akan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) dalam menghadapi arus globalisasi, memegang peran penting di bidang perencanaan, sektor jasa konstruksi. Beruntung, tambah menteri, penyiapan, penyusunan dan pengembangan NSPM yang digunakan di lingkungan instansinya telah mengacu kepada standar internasional, sehingga sejalan dengan General Agreemen on Tariffs and Trade (GATT). Menteri juga menyatakan, penggunaan perangkat lunak yang canggih, ditambah peraturan perencanaan, standar, pedoman dan manual untuk perencanaan konstruksi yang baik tidak bisa menghilangkan resiko kegagalan bangunan. Pasalnya, kegagalan bisa saja diakibatkan faktor ketidakpastian misalnya akibat faktor alamiah. Keterbatasan kemampuan manusia dan keterbatasan dan tingkat kebenaran data.
Berkaitan dengan masalah itu,sebagai anggota WTO Indonesia harus menyelaraskan segala pranata peraturan perundangan di bidang hak atas kekayaan intelektual (HaKi) yang merupakan kewajiban sesuai agreement on Trade Related Aspects on Intellectual property Rights (Trips) khususnya di bidang perencanaan konstruksi. Berdasarkan data, badan usaha jasa konstruksi yang telah melaksanakan registrasi 96.276 buah. Dari 25 asosiasi profesi yang ada, hanya 16 asosiasi yang telah mengikuti akreditasi dan hanya 10 asosiasi yang lulus. Dia mengakui, hampir seluruh badan usha/asosiasi profesi masih mengandalkan proyek pemerintah. Akibatnya, timbul persaingan usaha yang tidak kondusif dan menyebabkan lingkungan usaha yang tidak profesional pula, dalammengejar keuntungan sesaat.
Soenarno memahami bahwa masalah itu terkait dengan masih rendahnya SDM pelaku usaha jasa konstruksi itu sendiri. Ditambah lagi, dengan pelatihan yang tidak konsepsional, kuranganya pengusaan teknologi dan kemampuan permodalan. "Ini yang dikuatirkan. Sehingga tidak mustahil di masa datang proyek berskala kecil-pun akan ditangani konsultan/kontraktor asing. Dan saat ini kecenderungan ke arah itu sudah tampak, dengan banyaknya konsultan/kontraktor asing yang menggarap proyek," tegas Menkimpraswil.
Untuk mensiasati hal itu, Soenarno minta agar semua pihak memikirkan langkah strategis khususnya untuk bidang perencanaan konstruksi. Misalnya melakukan kerjasama bilateral untuk "Cross Border Operation". Tentu saja, upaya itu harus dibarengi dengan peningkatan SDM dibidangnya. Karena menurutnya, langkah-langkah peningkatan kualitas dan kuantitas SDM jasa konstruksi menjadi keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pasalnya, profesionalitas bidang keahlian menjadi kebutuhan mendesak untuk menghapai persaingan bebas yang semakin dekat memasuki Indonesia. Sejalan dengan itu Soenarno mengingatkan kepada perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi pada badan usaha segera memiliki sertifikasi sebagai bukti kompetensi perusahaan jasa konstruksi. Demikian pula untuk sertifikat keahlian bagi perseorangan dari tenaga profesi harus diakui dunia internasional.