Berdasarkan data statistik angka kebakaran bangunan gedung di DKI Jakarta dalam 5 tahun terakhir terjadi lebih dari 700 kali peristiwa kebakaran yang umumnya disebabkan faktor kelalaian manusia seperti adanya arus pendek listrik atau adanya unsur kesengajaan seperti kerusuhan sosial, sehingga menimbulkan kerugian material dan korban jiwa.
Dampak sosial ekonomi pasca kebakaran seperti kasus kebakaran Pasar Tanah Abang pada tanggal 19 Februari 2003 yakni ribuan pedagang kecil kehilangan tempat usaha sekaligus mata pencaharian mereka. Diantara mereka ada yang berusahamengumpulkan modal usahanya kembali, namun tidak sedikit pula yang statusnya tercatat sebagai penambah daftar angka pengangguran baru.Hal ini diungkapkan, salah satu sumber dariDitjen Perumahan dan Permukiman Depkimparaswil, hari ini Selasa (5/8) di Jakarta.
Untuk mengatasi masalah kebakaran bangunan gedung ini, pemerintah telah berupaya menangani melalui kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengawasan teknis antara lain dengan menetapkan UU No. 28/2002 tanggal 16 Desember 2002 tentang Bangunan Gedung.UU tersebut nantinya akan menjadi payung utama dalam pengaturan bangunan gedung misalnya di tingkat daerah dalam bentuk peraturan daerah, pedoman dan standar teknis.
Untuk dapat mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjatidiri, produktif, berkepastian hukum, serasi dan selaras dengan lingkungannya, maka beberapa upaya yang akan dilakukan pemerintah adalah meningkatan kapasitas kelembagaan dinas teknis di daerah,pengendalian pemanfaatan bangunan gedung,pengendalian izin usaha perindustrian dan perdagangan.
Selain itu, usaha lain yang juga akan diupayakan pemerintah adalah meningkatan apresiasi di lingkungan Pemda, termasuk bagi pemilik, dan pengguna bangunan gedung, serta meningkatan kemampuan kompetensi teknis pengelola bangunan gedung negar. Ditambah lagi dengan meningkatan biaya pemeliharaan dan upaya pemeriksaan kembali kelaikan bangunan gedung negara.