Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Menkimpraswil) Soenarno mengatakan, program rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) yang telah dijalankan masih bersifat untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Pembangunannya tanpa adanya strategi yang jelas, terutama dalam penentuan kelompok sasaran masyarakat yang difasilitasi maupun pola penanganannya.
"Akibatnya, kondisi Rusunawa tersebut secara fisik mengalami degradasi yang cukup cepat," kata Soenarno ketika memberikan sambutan yang dibacakan oleh Bapak Sekretaris Jenderal Dep.Kimpraswil Ir. Djoko Kirmanto dalam sarasehan sehari"Pembangunan Rumah Susun untuk Keluarga Muda/Baru" di Jakarta, Jumat (11/7).
Ke depan, menurut dia, perlu dipikirkan secara matang upaya pengelolaan Rusunawa tersebut sesuai dengan target usia teknis dan usia ekonomis yang direncanakan.
Dia mengingatkan, kebutuhan akan Rusunawa di kota-kota besar dan metropolitan sangat tinggi. Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong tingginya kebutuhan tersebut.
Pertama, kebutuhan akan hunian atau rumah yang tidak harus dimiliki. Kedua, mobilitas masyarakat perkotaan cukup tinggi. Ketiga, pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan yang menuntut lebih praktis dan efisien. Keempat, daya beli masyarakat yang masih rendah dibandingkan dengan harga rumah yang cenderung meningkat.
Soenarno menjelaskan, program Rusunawa sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan tahun 1980-an dengan terbitnya Undang-undang (UU) No. 16 tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun. Di samping itu, katanya, program pembangunan Rusunawa di beberapa daerah pada periode tersebut juga sudah dilakukan. "Namun, sekali lagi, program yang telah dijalankan tersebut masih bersifat pemenuhan lokal tanpa ada strategi penanganan yang jelas," katanya.
Soenarno mengingatkan, kebutuhan rumah dari tahun ke tahun selalu meningkat seiring dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Hasil analisis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 menunjukkan bahwa pertumbuhan kebutuhan rumah bagi keluarga baru adalah 800.000 unit per tahun.
Di samping itu, menurut dia, jumlah keluarga yang belum memiliki rumah sampai saat ini (backlog) masih cukup besar. Di lain pihak, kemampuan ekonomi masyarakat masih sangat terbatas. Sekitar 70% rumah tangga yang tinggal di kota-kota termasuk kategori kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan kurang dari Rp1,5 juta/bulan.
"Mengingat rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping pangan dan sandang, maka sudah seharusnya kita semua berkewajiban mewujudkan pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh lapisan masyarakat," tuturnya.
Khusus untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah berkepentingan memfasilitasi dan menciptakan iklim yang kondusif dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman bagi dunia usaha dan masyarakat luas.
"Masyarakat tidak hanya sebagai obyek pembangunan, tapi harus pula diberdayakan untuk menjadi subyek pembangunan dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumahnya sendiri," ujarnya.
Sejak tahun 1970-an pemerintah telah menyelenggarakan program pembangunan perumahan dan permukiman, baik yang bersifat peningkatan kualitas lingkungan maupun pembangunan kawasan baru.
Namun, upaya yang telah dilakukan selama ini belum memberikan hasil optimal karena penanganannya masih bersifat stimulasi (perangsang). "Dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat yang masih sangat terbatas, maka program pembangunan perumahan dan permukiman ke depan harus dapat dikemas dengan baik dan strategik, serta dilakukan secara terpadu, sehingga dapat memberikan nilai tambah kepada kelompok sasaran masyarakat yang akan kita fasilitasi," urai Soenarno.
Dia menekankan bahwa walaupun kemampuan anggaran pemerintah terbatas, upaya pemerintah untuk membantu pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih menjadi prioritas pembangunan nasional.
Hal ini, menurut dia, tercermin pada program pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Propenas (Program Pembangunan Nasional) tahun 2000-2004. Di dalamnya antara lain diberikan prioritas pada pembangunan Rusunawa, di samping pembangunan rumah milik, yakni rumah sederhana sehat. Fasilitas yang diberikan pemerintah antara lain bantuan subsidi selisih bunga dan uang muka untuk rumah milik dan bantuan investasi pembangunan Rusunawa di beberapa kota untuk menangani kawasan kumuh.
Hal senada dikatakan Dirjen Perumahan dan Permukiman Ir. Aca Sugandi oleh karena itu kita perlu melakukan upaya terobosan yang melibatkan seluruh pelaku pembangunan untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan rumah bagi seluruh Lapisan masyarakat shelter for all terutama bagi keluarga muda/baru sebagai agent of change yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kepribadian bangsa di masa depan.
Aca menjelaskan agar pemerintah Indonesia dapat segera mengambil langkah penting untuk mengutamakan mainstreaming konsep ini sebagai langkah stategis untuk menyelamatkan situasi bangsa yang sedang terpuruk dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam tatan konsep kebijakan, strategi, hingga konsep aksi di dalam program-program pembangunan, khususnya melalui pembangunan di bidang perumahan dan permukiman.