PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE TERUS BERLANGSUNG
PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE TERUS BERLANGSUNG
Potensi air yang ada di Indonesia sebanyak 3,2 triliun m3/tahun menunjukkan bahwa Indonesia secara keseluruhan mempunyai potensi air yang sangat baik. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal SumberDayaAir Kementerian PU, Moch. Amron kepada wartawan di Jakarta (14/7).
Kondisi di pulau Jawa menuju kritis terutama bila musim kemarau tiba. Kita harus bisa melihat per lokasi secara menyeluruh. Ini karena kebutuhan air di pulau Jawa sangat tinggi. Irigasinya sendiri mencapai 40%. Secara nasional dari 3,2 triliun m3/tahun tersebut, yang termanfaatkan sebesar 25%nya saja. Secara umum Domestic Municipal Industry sekitar 19,5% jelas Amron.
Ketersediaan air di Indonesia harus lebih diperhatikan karena Indonesia memiliki dua musim yaitu penghujan dan kemarau, serta letak geografis yang membedakan sebaran ketersediaan air dan curah hujan, jumlah dan mutu air itu sendiri.
Tujuan utama dari pengelolaan sumber daya air adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan kesehatan masyarakat yang berupa ketersediaan pangan, pemenuhan air domestik, industri dan pengelolaan kota.
Melihat peran yang sangat strategis tersebut maka dukungan Ditjen SDA dalam menyediakan air untuk berbagai keperluan amatlah penting. Tantangan terletak pada masih adanya ketidaksinkronisan antara kemampuan penyediaan air dengan kebutuhan di suatu wilayah, baik secara alamiah maupun penyediaan prasarananya.
Sementara itu terkait masalah tuntutan warga Sumedang mengenai Pembangunan Waduk Jatigede Moch. Amron menjelaskan bahwa Kementerian PU sedang menyelesaikan tuntutan warga desa yang tergabung dalam Konsorsium Orang Terkena Dampak Waduk Jatigede.Konsorsium tersebut menuntut ganti rugi atas belum terselesaikannya pembebasan lahan. Menanggapi tersebut, Moch. Amron, menjelaskan bahwa terdapat 3 hal terkait masalah tersebut.
Pertama adalah penyelesaian masalah pembebasan lahan. Tidak tertutup kemungkinan ada yang terlewatkan dan hal tersebut dituntut agar segera diselesaikan. Kedua, relokasi penduduk dan untuk penyelesaian ini telah bekerja sama dengan Pemda. Namun dengan adanya kegiatan itu maka melimpahkan ke pusat. Terakhir adalah penggantian rumah tumbuh. ucap Amron.
Dikatakannya, dari 34 desa yang belum terselesaikan, sebanyak 26 desa berada dekat dengan Waduk Jatigede. Berdasarkan catatan administrasi yang dimiliki oleh Ditjen Sumber Daya Air, pada tahun 2006, awalnya hanya terdapat sekitar 200 unit rumah, namun kini bertambah menjadi 8.700 unit rumah. Perubahan angka tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat dan tidak wajar.
Warga menuntut pembayaran atas rumah tumbuh tersebut kepada Pemerintah dengan mengacu kepada Keppres RI No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Namun, yang terjadi di lapangan warga meminta pembayaran tunai tanpa harus melalui jalur hukum.
Dirjen SDA, Moh Amron menambahkan bahwa perlu dukungan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah ini. Jika rumah tumbuh di 34 desa itu harus diganti maka dibutuhkan dana sekitar 300 miliar. Biaya tersebut sangat besar ucap Amron.
Karena hal ini cukup besar, maka kami menawarkan agar menyelesaikannya melalui jalur hukum agar lebih jelas, status rumah itu bagaimana, kapan mulai dibangun, apakah ada izinnya, dan apakah sesuai dengan pemiliknya. tuturnya.
Sementara itu Kepala SNVT Waduk Jatigede, Moch. Rizal menjelaskan bahwamasih banyak terjadi kejanggalan di lapangan. Kondisi rumah satu dengan lainnya saling bertumpuk liar. Antara pintu rumah dengan lainnya saling berdekatan, dan ada bangunan yang tidak berpenghuni sama sekali. Kemungkinan sebagian besar tidak ada izin.
Berdasarkan keterangan dari Ditjen SDA menunjukkan total lahan di Waduk Jatigede adalah 4.946 Ha, yang telah dibebaskan sejumlah 3.640 Ha (73,6%) dari jumlah keseluruhan. Jumlah tersebut terdiri dari lahan masyarakat seluas 3.455 Ha, dan lahan penggantian hutan seluas 185 Ha. Sedangkan lahan yang belum dibebaskan dari luas total lahan yakni sebesar 1.306 Ha, 130 Ha untuk lahan masyarakat atau sekitar 2,5%, dan lahan pengganti kawasan hutan 1176 Ha.
Lebih lanjut Moch. Rizal mengatakan bahwa yang dilakukan dalam pembebasan selama ini ada beberapa lahan yang ditunda, Kami menunda karena memprioritaskan untuk melakukan pembayaran kepada lahan rumah permukiman. Yang dituntut adalah lahan yang memang belum dibebaskan dan juga daerah yg sudah dibebaskan tapi belum diproses. Yang belum ada titik temu adalah bangunan baru tersebut. ungkapnya. (anj-tn. humassda).
Pusat Komunikasi Publik
160710
Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum
Website: pu.go.id
Facebook: kemenPU
Instagram: kementerianpu
X: kemenPU
TikTok: @kemenpu
Youtube: kemenPU
#SigapMembangunNegeriUntukRakyat