INDONESIA PERLU MODA TRANSPORTASI YANG TERKONEKSI

INDONESIA PERLU MODA TRANSPORTASI YANG TERKONEKSI

12572 Print

INDONESIA PERLU MODA TRANSPORTASI YANG TERKONEKSI

Salah satu hal pokok dalam bidang transportasi adalah masalah mobilitas. Yaitu, bagaimana transportasi itu bisa hemat, cepat, murah, dan mudah. Banyak hal yang harus dilakukan, dan langkah awalnya adalah kita harus punya masterplan. Oleh karena itu, sekarang ini pemerintah telah memiliki masterplan connectivity, yaitu terhubungnya satu kegiatan dengan kegiatan lain yang ditunjang sarana dan prasarana transportasi dengan  baik. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Djoko Murjanto dalam acara Bincang Malam yang disiarkan TVRI di Jakarta, Kamis (14/4).

Lebih lanjut, dicontohkan Djoko, suatu tempat kegiatan produksi kelapa sawit dengan produksi CPO mestinya harus berada di tempat yang mudah dan terhubung dengan sarana transportasi yang baik. Kawasan tersebut juga semestinya terkoneksi dengan tempat produksi lanjutan dan pasar dari produk tersebut. Ini seharusnya terhubung, terintegrasi secara baik, tutur Djoko.

Di Indonesia yang berbentuk kepulauan, tambah Djoko, maka masing-masing pulau mempunyai pusat kegiatan. Masing-masing pusat kegiatan di suatu pulau tersambung dengan pusat kegiatan di pulau lain. Di Sumatera, ada Banda Aceh, Medan, dan Pekanbaru, yang terpusat di Medan. Di Jawa, ada Jakarta, Semarang, Surabaya dan kota lain yang terpusat di Jakarta atau Surabaya. Masing-masing pusat kegiatan terhubung dengan transportasi yang baik melalui laut, darat dan udara. Inilah wujud dari negara kepulauan yang tersambung dengan moda transportasi yang terkoneksi baik, sehingga menjadi satu kesatuan Negara Kesatuan RI, jelasnya.

Dirjen Bina Marga menjelaskan, konektivitas moda transportasi tidak hanya diperlukan di dalam negeri, tetapi juga harus terkoneksi dengan kota-kota lain di negara tetangga di suatu kawasan. Di dalam negeri, transportasi antar pulau harus baik, dan secara regional maupun internasional juga mesti terhubung dengan baik dan efisien.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi V DPR-RI Farry Jemmy Francis menyoroti kondisi infrastruktur terutama jalan di Indonesia. Menurutnya, sebagian besar lalu lintas barang dan orang di negara kita sangat tergantung pada jalan. Oleh karenanya, prioritas kita untuk jalan yang stratregis berkaitan dengan kegiatan lalu lintas barang dan orang, termasuk untuk kegiatan pemasaran diatur dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan. Dalam UU ini, diatur dengan sangat jelas bagaimana pengaturan, pembinaan dan pengaturannya, tegas Farry.

Ditambahkannya, sesuai UU tersebut, negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memperhatikan fasilitas-fasilitas umum, termasuk jalan. Menurut pengamatannya, kondisi jalan nasional masih perlu peningkatan. Kurang lebih 20% (data Ditjen Bina Marga 12%) jalan nasional belum berkondisi mantap. Oleh karena itu, ia sependapat adanya penyusunan masterplan untuk masalah transportasi. Dirinya juga menghimbau agar masterplan yang telah ada itu digunakan dan diaplikasikan secara konsisten.

Francis juga menyoroti kualitas sebagian ruas jalan yang dinilainya masih kurang baik. Banyak perbaikan-perbaikan jalan yang belum lama dikerjakan, tetapi belum berselang lama jalan tersebut sudah rusak kembali. Disadarinya bahwa memang kebutuhan untuk memelihara jalan belum sebanding dengan ketersediaan dana. Namun demikian, beberapa tahun belakangan ini anggaran sudah dialokasikan cukup besar peningkatannya. Sebagai gambaran, tahun 2010 untuk jalan dianggarkan dana sebesar sekitar Rp 17 triliun dan meningkat menjadi sekitar 28 triliun di tahun 2011.

Sementara itu, pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan, kita sekarang ini terjebak dalam kebijakan yang hanya terkonsentrasi pada jalan raya. Hal ini terlihat dari alokasi anggaran di sektor jalan yang lebih besar dibandingkan dengan sektor transportasi lain, seperti kereta api (KA) maupun pelabuhan. Menurutnya, hal ini terkait dengan support pendanaan dari luar negeri yang terkonsentrasi pada jalan raya. Bahkan, jalur KA yang dibangun pada masa penjajah Belanda sepanjang 12.000 km saat ini tinggal 4.000 km, ujarnya.

Padahal, menurut Darmaningtyas, pengiriman barang dengan jarak lebih dari 200 km melalui transportasi darat (jalan raya) tidak efisien. Mestinya, akan lebih efisien apabila menggunakan KA. Dengan demikian, untuk transportasi barang dari Jakarta ke Jogjakarta atau Surabaya misalnya, akan lebih efisien menggunakan KA daripada truk. Namun, yang terjadi sekarang ini, sebagian besar angkutan barang menggunakan jalan darat dengan truk-truk tronton yang besar. Akibatnya, beban muatan tidak terkontrol dan pada akhirnya merusak jalan. (sr/ifn)

Pusat Komunikasi Publik

150411   

 

 

 

 

Apakah informasi di atas cukup membantu?

Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum
Website: pu.go.id
Facebook: kemenPU
Instagram: kementerianpu
X: kemenPU
TikTok: @kemenpu
Youtube: kemenPU
#SigapMembangunNegeriUntukRakyat

Berita Terkait