Seiring dengan datangnya musim hujan, banjir yang terjadi akhir-akhir ini dibeberapa daerah di tanah air, menunjukkan adanya perubahan sifat banjir. Air cepat datang dengan debit yang meningkat.
Hal ini terjadi karena curah hujan yang tinggi serta daerah tangkapan air atau catchment area kondisinya telah rusak, di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), kondisinya sudah kritis bahkan telah mencapai kondisi yang sangat super kritis.
Demikian hal tersebut disampaikan Ir. Adi Sarwoko, Dipl.HE, Direktur PSDA Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, ketika melakukan inspeksi atau kunjungan kerjanya ke lokasi banjir di beberapa tempatn di Jawa Timur (10/2/2003).
Disamping itu penyebab banjir kali ini juga disebabkan banyaknya timbunan sampah di daerah pengaliran sungai. Sudah barang tentu hal ini mengakibatkan alliran air disepanjang sungai tersebut akan terhambat.
Sehingga pada saatnya nanti, menurut Ir. Adi Sarwoko, Dipl.HE yang didampingi Kepala Biro Perencanaan DR. Ir. M. Basuki, H.MSc serta beberapa Pemimpin Proyek dan pejabat daerah, "Dikala curah hujan datang, maka timbunan sampah tersebut akan jebol, akibatnya aliran sungai akan memberikan daya dorong yang besar".
"Aliran ini akan menghantam apa saja" jelas Direktur PSDA ini. Ada kalanya merusak bangunan-bangunan pengendali. Selain itu kerugian yang menyertainya-pun cukup besar, bahkan ada yang menimbulkan korban jiwa.
Karena itulah upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya dilajkukan aparat perintah saja, akan tetapi juga harus melibatkan peran serta masyarakat.
Kejadian Banjir.
Beberapa daerah yang mengalami banjir dan tanah longsor di Propinsi Jawa Timur, beberapa waktu lalu antara lain Kabupaten Tulung Agung, Kediri, Pasuruan dan Kabupaten Sidoarjo.
Di Kabupaten Tulung Agung banjir terjadi pada tanggal 31 Januari 2003 lalu. Dengan curah hujan yang saat ini mencapai 100 mm, mengakibatkan Kali Gondang meluap. Sekitar6 Ha wilayah pemukiman penduduk di desa Rejoso, Kec. Gondang dan 107 Ha lahan pertanian tergenang.
Sementara prasarana pengendali banjir yang rusak adalah jebolnya tanggul kritis (tangkis) setinggi 4 meter dengan panjang mencapai 28 meter. Tindakan tanggap darurat yang telah dilakukan adalah menutup kembali tangkis yang putus tersebut, dengan bahan sesek, bambu-bambu dan dolken.
Sedangkan penanganan permanen telah diprogramkan di TA 2003 berupa perbaikan dan perkuatan tangkis Kali Gondang serta normalisasi penampang sungai dengan biaya yang dibutuhkan sekitar Rp. 12,5 milyar.
Banjir yang terjadi 28 Januari 2003 lalu di Kab. Kediri menyebabkan 1.615 rumah dan 300 ha lahan pertanian yang berada di lima desa tergenang, yaitu desa Ngablak, Mayaran, Banyakan dan desa Marondi Kec. Banyakan. Sedangkan satu desa lagi yaitu desa Bakalan yang berada di Kec. Grogol.
Pasalnya tanggul sungai Bendokrosok dan Bendomongal bobol, karena curah hujan saat itu mencapai 107 mm, hingga derasnya aliran kedua sungai tersebut merusak tanggul di beberapa tempat. Akibat banjir kali ini, kerugian ditaksir mencapai Rp. 233,5 juta.
Tindakan tanggap darurat yang dilakukan adalah memasang karung plastik ditanggul-tanggul yang bobol tersebut dengan diperkuat sesek atau gedek. Usulan dilakukan penanganan permanen untuk tahun ini sudah diprogramkan, yaitu kegiatan perbaikan tebinng, peninggian talud dan normalisasi sungai dengan biaya yang dibutuhkian sekitar Rp. 1,2 milyar.
Sungai Welang yang tidak mampu menampung curah hujan yang mencapai 106 mm meluap hingga menggenangi beberapa tempat di Kab. Pasuruan tanggal 3 Pebruari 2003 lalu. Akibatnya pemukiman penduduk di dua desa sekitar 320 KK dan lahan pertanian seluas 116 ha tergenang dan rusak, yaitu sayap hilir dari Dam Grinting yang disebelah kanannya putus sepanjang 17 meter. Penanganan dadurat yang mendesak telah dilakukan yaitu menutup sayap hilir Dam Grinting dan normalisasi penampang sungai .
Empat sungai yang meluap, akibat tingginya curah hujan yang mencapai 135 mm hingga menyebabkan banjir di Kab. Sidoarjo 1 Pebruari 2003 lalu. Keempat sungai tersebut adalah Sungai Affaur Sidokare, Afaur Pucang, Affaur Sekardangan dan Affaur Kemambang.
Disamping itu disekitar 67 ha lahan pemukiman penduduk dan jalan kabupaten sepanjang 20,5 km tergenang. Karenanya pemerintah telah melakukan penanganan dadurat, yaitu membersihkan sampah dan gulma air di sepanjang Afaur.
Untuk penanganan yang bersifat permanen, telah diusulkan berupa perbaikan tebing dan normalisasi Afaur, masing-masing Sidokare, Sekardangan dan Kemambang sepanjang 5 km serta 4 km untuk afaur Pucang. Diperkirakan biaya yang dibutuhkan sekitar Rp. 2 milyar.
Persiapan.
Untuk mengantisipasi banjir dan tanah longsor susulan Adi Sarwoko menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan beberapa kegiatan jangka pendek dan jangka panjang.
Kegiatan jangka pendek antara lain pertama melakukan kerjasama dengan instansi terkait, seperti Bakorna, Satkorlak dan Satlak di masing-masing tingkatan, kedua melakukan inventarisasi daerah rawan banjir, daerah atau lokasi kritis. Selanjutnya mengadakan penyiapan bahan banjiran, peralatan, serta petugas penanganan banjir, selain itu juga melakukan sosialisasi atas program dan peraturan-peraturan yang ada.
Sedangkan untuk kegiatan jangka panjang adalah melakukan evaluasi kejadian banjir dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya, seperti Departemen Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Pertanian dan lain-lain.
Kebijakan dan Program.
Menurut Adi Sarwoko, ada beberapa kebijakan pemerintah pusat dalam mengendalikan banjir, diantaranya dalam bidang tata ruang, sumber daya air, perkotaan dan perdesaan, permukiman serta pemberdayaan masyarakat.
Untuk penataan ruang, kebijakan yang diambil adalah melakukan revitalisasi atas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Maksudnya RTRW yang telah ada harus menyesuaikan dengan daya dukung dan kebutuhan masyarakat.
Sementara Kebijakan Sumberdaya air, membuat master plan suatu daerah tertentu dengan prinsip one river, one plan and one interglated management, yaitu satu sungai dengan satu perencanaan serta satu pengelolaan dilakukan dengan terpadu.
Penyempurnaan sistim drainase adalah salah satu kebijakan pemerintah untuk melaksanakan penataan perkotaan dan perdesaan dalam mengatasi dan mengendalikan banjir.
Dalam bidang permukiman, Kebijakan pemerintah yang ditempuh antara lain melakukan pemindahan hunian penduduk dari daerah bantaran sungai ke rumah susun sederhana dengan sistim sewa.
Selain itu agar dapat melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi masalah banjir, kebijakannya yang diambuil adalah melakukan sosialisasi peraturan-peraturan yang ada, baik peraturan perundangan nasional yang ada maupun peraturan daerah yang berkaitan dengan masalah banjir.
Sedangkan untuk keseluran program penanganan banjir di Jawa Timur khususnya Wilayah Sungai Brantas akan dilaksanakan dalam beberapa program. Ada tiga Program, "yaitu jangka pendek, menengah dan panjang", ujar Adi Sarwoko.
Program jangka pendek seperti memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak agar dapat berfungsi kembali, yaitu dengan melakukan tanggap dadurat dan semi permanen.
Jangka menengah yaitu dalam lima tahun kedepan akan dilakukan normalisasi sungai pada daerah tengah dan terhadap daerah pengambilan pasir serta hilir atau down stream. Di daerah hilir ini akan dilaksanakan pengerukan muara sungai karena terjadi pendangkalan akibat adanya sedimentasi, juga akan dilakukan koordinasi dengan instansi terkait berupa penanganan DAS kritis, antara Departemen Kimpraswil dengan Departemen Kehutanan, penanganan kwalitas air dan AMDAL dengan PJT I dan BAPELDA serta masalah banjir dengan SATKORLAK Propinsi Jawa Timur.
Untuk program jangka panjang antara lain menyusun atau melakukan review terhadap master plan yang ada. Selain itu akan dilakukan pembangunan dan rehabilisasi empat bendungan dengan kapasitas masing-masing sekitar 30 juta meter kubik dan 16 embung dengan kapasitas masing-masing 1 juta meter kubik. Keempat bendung tersebut yaitu Tugu, Lesti, Beng dan Kampa.