Terungkap dalam dialog yang diadakan oleh Radio Trijaya FM (17/02) dengan Indonesia Fisrt Channel, bahwa banjir dan longsor yang terjadi saat ini adalah akibat kerusakan lingkungan yang sudah sangat parah di bagian hulu dan hilirnya.Kerusakan tersebut, menurut Soenarno diakibatkan oleh semua pihak yang mempunyai kepentingan tertentu tanpa berpikir untuk menjaga kelestarian lingkungan. Akibatnya saat air tersebut turun, maka air akan menggelontor langsung ke bawah tanpa ada waktu terserap terlebih dahulu. Maka yang terjadi sekarang adalah air mengunggat manusia dan pemerintah karena tempat tinggalnya yaitu di dalam tanah dan permukaan hilang, tutur Soenarno yang dalam dialog di Hotel Grand Hyaat hadir bersama pembicara lain yaitu Paulus Aguswinarso (Dewan Riset Nasional) dan Wiwiek Awiati (Direktur Eksekutif Indonesia Centre for Enviromental Law/ICEL).
Kerusakan tersebut berdasarkan data ICEL dari 9,7 hutan yang terbakar 40% pembakaran dilakukan untuk konservasi lahan kebun, 25% ladang berpindah, 75% untuk pertanian dan hanya 1% karena bencana alam seperti gempa bumi. Jadi jelas bahwa kerusakan yang terjadi bagian hulu adalah akibat ulah manusia, kata Wiwiek membenarkan ungkapan Soenarno.
Bahkan data yang diungkapkan bahwa jumlah hutan yang ada tinggal administratif saja. Mungkin sekarang jumlah hutan lindung yang ada tinggal 20% saja karena yang lainnya terlah berubah fungsi menjadi rumah, atau gundul dan tidak ditanami lagi, ungkap Soenarno. Terutama didaerah Pulau Jawa. Untuk itulah, maka Pemerintah mengambil langkah untuk mengeluarkan Peraturan pemerintah tentang Pulau Jawa dan Keppres Bopunjur.
Dalam keputusan tersebut akan mengatur mengenai penataan ruang di pulau Jawa agar kerusakan yang terjadi dapat diminimalisir termasuk dengan kawasan Bopunjur yang di beberapa tempat telah dibangun permukiman. Guna menyukseskan keputusan tersebut sangat diperlukan adanya kerjasa dari Pemrintah daerah, LSM dan lembaga lainnya untuk turut serta menjaga dan melestarikan lingkungan. Karena tanpa kerjasama itu apa yang sudah diputuskan hanya akan ada di atas kertas tanpa ada aksinya, harap Soenarno.
Sementara itu Wiwiek Direktur ICEL juga mengakui pihaknya sekarang sedang bekerjasama dengan para pelaku kebijakan hukumseperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Kerjasama yang dilakukan adalah melakukan pelatihan bagi para pelaku kebijakan tersebut untuk mengerti dapat membuat tuntutan terhadap kerusakan lingkungan. Terbukti selama ini pemahaman para penegak hukum itu terhadap pelanggaran lingkungan sulit dibuktikan akibatnya para perusak lingkungan terbebas dair berbagai tuntutannya, ujar Wiwiek.
Sehingga banjir yang terjadi hampir di 18 Propinsi sudah tidak terelakan lagi dan mengakitbakan sekitar 120 orang meninggal, 76.000 hektar sawah terendam dan 24.000 rumah terendam banjir. Bila mungkin dalam lima tahun ini HPH ditutup dulu dan dilakukan konservasi lingkungan terutama hutan lindung, ujar Soenarno. Diperkirakan bila hal ini tidak segera dilakukan maka dalam 20 tahun mendatang 22 pulau terutama di Kawasan Timur Indonesia akan tenggelam.
Paulus juga mengingatkan bahwa fenomena alam yang terjadi sekarang ini memang sudah semakin hebat. Maka sangat dibutuhkan sebuah lembaga riset iklim yang tidak hanya melakukan prakiraan cuaca tetapi dapat menganalisa alam dengan IPTEK. Sehingga iklim dapat terpredeksi lebih akurat dan tepat.