Besaran Nilai Kredit (LTV) dan Uang Muka Ditentukan Bank Pelaksana
Bank Indonesia membebaskan maksimum nilai kredit atau Loan To Value (LTV) pembelian rumah pertama kepada bank. Dengan demikian, perbankan bisa memberikan syarat uang muka (Down Payment/DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menurut perhitungannya, serta memungkinkan uang muka 0%. Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan hingga kini belum mengetahui seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan dengan kehadiran Relaksasi LTV yang akan mulai diterapkan Bank Indonesia (BI) pada 1 Agustus mendatang, terutama bagi realisasi Program Satu Juta Rumah.
"Dari sisi pemerintah, program pemerintah seperti KPR subsidi itu tidak mengatur (besaran) uang muka. Jadi, kita menyerahkan uang muka itu kepada bank pelaksana," kata Lana dalam diskusi bertajuk 'Prospek Bisnis Mortgage Setelah Relaksasi LTV' di Jakarta, Kamis (12/7).
Selama ini sektor perbankan masih mengacu kepada surat edaran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat memproses permohonan kredit rumah subsidi. Di dalam surat edaran tersebut, rasio LTV mencapai 95 persen. Artinya, masyarakat yang ingin mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi harus menyiapkan uang muka sebesar 5 persen. Melalui kebijakan ini, BI memberikan kebebasan kepada perbankan untuk menetapkan besaran LTV serta uang muka atau DP yang harus disiapkan masyarakat saat membeli rumah pertama.
"Jadi semua diserahkan kepada mekanisme bank, dan bank yang melakukan asesmen ke calon debitur yang akan mengambil KPR," ujarnya.
Dari sisi Kementerian PUPR, tahun ini pemerintah telah menargetkan untuk KPR bersubsidi sekitar 267 ribu unit, lebih banyak dari tahun sebelumnya yang hanya 212 ribu unit. Subsidi ini dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,09 triliun. Sementara itu, untuk 2019 telah ditingkatkan target subsidinya ke 234 ribu unit, dengan perkiraan anggaran Rp21,8 triliun.
Lana meyakini, kebijakan relaksasi LTV ini memang benar-benar akan bisa membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, pembiayaan perumahan yang ada di sektor hilir memiliki rantai panjang hingga ke hulu dan juga melibatkan 174 industri terkait.
"Pembiayan perumahan itu ada di hilir, yang ada satu rantai pasok cukup panjang, mulai dari buka ruang, perizinan pembangunan, konstruksi. Juga masalah bahan bangunan dan pekerja konstruksi yang ini semua ada di rantai sektor hulu sampai hilir. Ada 174 industri yang terlibat, jadi penyediaan perumahan mendorong sektor lainnya," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata menyatakan, pihaknya menyambut baik kebijakan tersebut. Relaksasi ini pun dinilai dapat mendorong pertumbuhan industri properti. Setidaknya, dalam satu tahun ke depan, usai kebijakan ini berjalan, penjualan properti diperkirakan akan bertambah 10%.
Soelaeman berharap program ini menjadi salah satu titik di mana properti bisa mulai pergerakannya positif. Itu kita sambut baik tapi tentu hal lain kita juga butuhkan agar lebih baik. (ind)
Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR
Facebook: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Twitter: @kemenpu
Instagram: kemenpupr
Youtube: kemenpu
#SigapMembangunNegeri